"Sst, lagi pada puasa, jangan minum sembarangan lah!"
Kata-kata itu yang bisa saya katakan kepada teman-teman saya ketika lupa kita sedang dalam bulan puasa. Saya seorang Katolik. Tetapi saya sangat senang dalam keberagaman toleransi beragama, berbudaya, apapun lah namanya.
Kali ini, obrolan saya sedikit berat dan mungkin menjadi isu sensitif di negara kita, entah itu Suku, Agama, Ras, Golongan dan Toleransi.
Beberapa hari yang lalu, saya melihat sebuah foto yang berhubungan pada bulan puasa dan sebuah artikel dari salah satu penyedia email terbesar di dunia.
Intinya tetap pada toleransi
![]() |
sumber : images.google.com |
Seringkali pada bulan puasa ini, banyak dari teman saya mengupload foto-foto makanan dan minuman yang mengunggah selera, sebagai umat beragama yang merasakan juga puasa itu seperti apa, kadang saya juga sering menegur mereka secara langsung. "Lagi puasa".
Walaupun banyak juga foto-foto makanan yang mau saya upload di media sosial, tetapi masih terpikirkan lagi pada teman-teman saya yang sebagian besar saya kenal beragama Islam.
Ada 1 foto yang memuat kata-kata, seperti ini :
![]() |
sumber : images.google.com |
Saya tidak tahu pasti apakah benar pak Gus Dur yang berbicara secara langsung atau bukan. Dan bukan maksud saya untuk membela kepentingan Non-Muslim dalam aktifitas nya. Tetapi saya hanya berusaha mengutarakan pendapat saya saja.
Hal ini jelas membuat saya sedikit kebingungan, dengan adanya foto ini pun akan membuat yang tidak berpuasa menjadi setidaknya seenaknya (saya yakin tidak semua orang)
Dan sebuah artikel yang memuat judul "Toleransi dan Sikap Keberagaman". Menjelaskan sejarah perihal gesekan antarpemeluk agama di Indonesia yang mempunyai pedoman hidup Bhinekka Tunggal Ika.
Sejauh pikiran saya melayang, 20 tahun hidup saya tidak terlepas dari banyak intoleransi dari beberapa orang. Saya keturunan etnis Tionghoa dan non-Muslim. Dan banyak perkataan rasisme yang diterima saya sepanjang hidup saya di Indonesia.
Tetapi, apakah saya membenci orang pribumi Indonesia? Orang yang memeluk agama lain? Tidak! Saya tegaskan tidak. Orang tua saya berulangkali menasihati saya untuk tetap menghargai orang tersebut walau mungkin kesal.
Perkataan rasisme tidak serta merta hanya berada di Indonesia saja, pernah suatu kali saya chatting di sebuah situs chatting dengan orang asing sebelumnya. Saya sempat diejek "Apakah kamu tidak bekerja di pasar ikan?" oleh anak kecil Amerika dan menertawakan di depan webcam nya.
Ya inilah realita kehidupan di dunia. Kesal? Ya saya bicara sesungguhnya. Tetapi untuk apa selalu kesal dengan pernyataan seperti itu? Hanya membuang waktu dan energi saja sebenarnya.
Dari semua itu saya selalu mengingat pesan dari Ibu saya, "Tidak usah menghiraukan orang lain yang menghina kita, terserah orang lain mau berkata apa, yang penting kita hidup untuk diri kita sendiri dan membantu orang lain yang memang patut kita bantu."
Sampailah akhirnya pada pembentukan mental dan diri saya yang lebih menghargai sesama walaupun berbeda. Kalau memang saya mau bertindak rasis, bisa saja mungkin saya tidak menulis post ini sekarang. Mungkin saya hanya menjadi seorang yang keturunan bermata garis yang hidup dengan kalangan nya saja pada etnis dan agama tertentu.
Bisa saja saya upload foto makanan-minuman sesuka hati saya, menghina agama lain bahkan golongan lain. Tetapi percuma, yang ada hanya mengotori diri dan hati plus nambah dosa (iya, kan?)
1 kata, TOLERANSI, mengubah saya segalanya dan seutuhnya. Keadaan dimana kita dapat hidup secara berdampingan, menghargai dan mendapat arti yang sebenarnya dari perbedaan dan mengisi satu sama lain dalam hal kekurangan.
sumber : images.google.com |
Dan saya percaya semua agama akan mengajarkan bahwa kedamaian berasal dari diri kita sendiri untuk saling mengasihi dan mengartikan perbedaan itu adalah sesuatu yang indah.
Bhinekka Tunggal Ika
Berbeda-beda tapi satu jua
-canisiusandrew-
[Thing] [Opini]
No comments:
Post a Comment